PENGENDALIAN DIRI
Bukan merupakan sebuah pelarian diri dari kenyataan hidup di dunia
yang seharusnya dihadapi. Namun Tujuan akhir
dari pengendalian diri yang di latih dan dilambangkan dengan puasa.
Puasa sebenarnya
adalah kegiatan bagaimana mencapai sebuah keberhasilan dengan menahan hawa nasfu. Selama ini, begitu banyak
orang yang menganggap bahwa puasa adalah “menihilkan” dunia nyata, yang
akhirnya menghasilkan orang-orang yang mengabaikan realitas kehidupan atau lari
dari tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab sosialnya, tanpa melakukan suatu
perjuangan sebagai rahmatan lil alamin, yaitu tugas yang telah diberikan oleh
Tuhan kepada manusia sehingga ia di juluki sebagai ‘khalifah’ oleh Tuhan.
Tujuan puasa yang sebenarnya adalah “menahan diri”, dalam arti
yang sangat luas. Menahan diri dari belenggu nafsu duniawai yang berlebihan dan
tidak terkendali, atau nafsu batiniyah yang tidak seimbang. Dimana kesemuanya
itu, apabila tidak di letakkan pada porsi yang benar akan mengakibatkan suatu
ketidakseimbangan hidup yang akan berakhir pada kegagalan.
Dorongan (keinginan/nafsu) fisik atau batin secara berlebihan akan
menghasilkan sebuah rantai belenggu yang akan menutup asset yang paling
berharga dari seorang manusia, yaitu “God-Spot”. God-Spot adalah
kejernihan hati dan fikiran manusia yang merupakan sumber-sumber suara hati
yang selalu memberikan bimbingan dan informasi-informasi maha penting untuk
keberhasilan dan kemajuan seseorang. God-Spot yang tertutup oleh nafsu
fisik dan batin yang tidak seimbang akan mengakibatkan seseorang menjadi “buta
emosi”.
Secara umum, tujuan untuk berpuasa adalah mencapai suatu
kemerdekaan sejati. Merdeka dan bebas dari berbagai berbagai belenggu yang
mengkungkung God-Spot atau
kecerdasan emosi seseorang. Puasa adalah suatu metode pelatihan rutin dan
sistematis untuk menjaga fitrah manusia sehingga ia tetap memilki sebuah
kesadaran diri yang fitrah (God-Spot) dan akan menghasilkan sebuah
“Akhlaqul Karimah”.
“Sungguh, sejahat-jahat makhluk menurut Allah, ialah orang yang
tuli dan bisu, orang yang tiada menggunakan akal”. (QS. Al Anfaal:22).
A.
Memelihara
God-Spot
Alam diri seseorang terdapat God-Spot. Sebagaimana kita contohkan Puasa. puasa tanpa didahului
dengan tujuan (niat), hanya akan menghasilkan kesia-siaan. Ia hanya menahan
nafsu (makan dan minum) tanpa tujuan yang jelas, untuk apa puasa itu di
lakukan. Puasa adalah Rukun Islam ke-tiga, artinya puasa harus di dahului
dengan syahadat kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian di lanjutkan dengan
shalat, barulah melakukan ibadah puasa. Salah satu tugas manusia di muka bumi
adalah menjadi “khalifah” untuk menjalankan misi rahmatan lil alamin, dengan
tetap berprinsip dan bersujud hanya kepada Allah Yang Maha Esa. Jadi, puasa tidak berdiri sendiri.
Ia merupakan satu kesatuan dari keseluruhan Rukun Iman dan Rukun
Islam yang telah di bahas sebelumnya. Tujuan puasa adalah “pengendalian diri”
untuk menjaga “fitrah” berfikir (Rukun Iman) agar selalu tetap memilki
kejernihan hati serta sekaligus merupakan pelatihan untuk memghentikan segala
bentuk penghambaan selain kepada Allah Yang Maha Esa.
Apabila seseorang sudah memahami makna hidup yang sesungguhnya,
yaitu menjalankan misi Tuhan, dan telah mendalami tujuan hidup berdasarkan Al
Qur’an, maka niscaya ia akan menyadari bahwa salah satu tujuan puasa adalah
pembebasan diri dari belenggu, untuk menjaga dan memelihara fitrah dalam rangka
memakmurkan bumi di jalan Allah SWT. Seseorang
yang telah mampu menghentikan pengahambaan dirinya kepada selain Allah, akan
menghasilkan pribadi-pribadi yang hebat.
Sisi lain Puasa di artikan sebagai bentuk pelatihan untuk memelihara fitrah
dalam rangka mencapai suatu keberhasilan yang “sesungguhnya”.
“Seorang
hamba akan mendekatkan diri kepada-Ku, hingga Aku mencintainya, dan bila Aku
mencintainya, menjadilah pendengaran-Ku yang digunakannya untuk mendengar,
penglihatan-Ku yang digunakannya untuk bertindak, serta kaki-Ku yang
digunakannya untuk berjalan”. (Hadits Qudsi).
B.
Mengendalikan
Suasana Hati
Manfaat puasa Salah satunya ialah sebagai; sebuah bentuk pelatihan untuk mengendalikan suasana hati. suasana
hati bisa sangat berkuasa atas wawasan, pikiran dan tindakan seseorang. Bila
sedang marah, kita paling mudah untuk mengingat hal-hal atau kejadian-kejadian
yang memunculkan dendam. Diri koita berusaha untuk mencari obyek-obyek untuk
melampiaskan kemarahan kita, mudah tersinggung dan mencari-cari alasan yang
logis sebagai ‘pembenaran’ dan rasionalisasi penumpahan kebencian. Puasa adalah
suatu pelatihan untuk menolak serta menyingkirkan pikiran jahat seperti ini,
agar bisa tetap berfikir jernih dan bertindak secara positif dan produktif. Ketika kemarahan memuncak, suasana hati seringkali bergolak tak
terkendali.
Tekanan yang
kian menumpuk terus membengkak hingga mencapai titik batas, dan terus
bertumpuk, mendekati titik kritis yang tak tertahankan. Akibatnya, persoalan
kecil yang biasanya tidak menimbulkan masalah apa-apa, akan berubah menjadi
persoalan serius yang sangat mengesalkan hati, dan membuat kita resah atau
gusar, bahkan kadang-kadang sebuah kancing baju yang putus ketika akan
berangkat kerja saat kita sedang gusar akan membuat kita menjadi ‘gila’. Maka, Semua ketegangan menjadi bertumpuk. Telah di
jelaskan bahwa:
“(Yaitu) orang yang menafkahkan hartanya dalam (waktu) senang ataupun
dalam kesukaran, (orang) yang menahan kemarahan, dan memberi maaf kepada orang.
Allah cinta kepada orang yang berbuat kebaikan”. (QS. Ali Imran:134).
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient, Jakarta: Arga, 2001
0 komentar:
Posting Komentar