Senin, 03 Juni 2013

PENGENDALIAN DIRI



PENGENDALIAN DIRI

Bukan merupakan sebuah pelarian diri dari kenyataan hidup di dunia yang seharusnya dihadapi. Namun Tujuan akhir dari pengendalian diri yang di latih dan dilambangkan dengan puasa.
Puasa sebenarnya adalah kegiatan bagaimana mencapai sebuah keberhasilan dengan menahan hawa nasfu. Selama ini, begitu banyak orang yang menganggap bahwa puasa adalah “menihilkan” dunia nyata, yang akhirnya menghasilkan orang-orang yang mengabaikan realitas kehidupan atau lari dari tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab sosialnya, tanpa melakukan suatu perjuangan sebagai rahmatan lil alamin, yaitu tugas yang telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia sehingga ia di juluki sebagai ‘khalifah’ oleh Tuhan.
Tujuan puasa yang sebenarnya adalah “menahan diri”, dalam arti yang sangat luas. Menahan diri dari belenggu nafsu duniawai yang berlebihan dan tidak terkendali, atau nafsu batiniyah yang tidak seimbang. Dimana kesemuanya itu, apabila tidak di letakkan pada porsi yang benar akan mengakibatkan suatu ketidakseimbangan hidup yang akan berakhir pada kegagalan.
Dorongan (keinginan/nafsu) fisik atau batin secara berlebihan akan menghasilkan sebuah rantai belenggu yang akan menutup asset yang paling berharga dari seorang manusia, yaitu “God-Spot”. God-Spot adalah kejernihan hati dan fikiran manusia yang merupakan sumber-sumber suara hati yang selalu memberikan bimbingan dan informasi-informasi maha penting untuk keberhasilan dan kemajuan seseorang. God-Spot yang tertutup oleh nafsu fisik dan batin yang tidak seimbang akan mengakibatkan seseorang menjadi “buta emosi”.
Secara umum, tujuan untuk berpuasa adalah mencapai suatu kemerdekaan sejati. Merdeka dan bebas dari berbagai berbagai belenggu yang mengkungkung God-Spot  atau kecerdasan emosi seseorang. Puasa adalah suatu metode pelatihan rutin dan sistematis untuk menjaga fitrah manusia sehingga ia tetap memilki sebuah kesadaran diri yang fitrah (God-Spot) dan akan menghasilkan sebuah “Akhlaqul Karimah”.
“Sungguh, sejahat-jahat makhluk menurut Allah, ialah orang yang tuli dan bisu, orang yang tiada menggunakan akal”. (QS. Al Anfaal:22).
A.    Memelihara God-Spot
Alam diri seseorang terdapat God-Spot. Sebagaimana kita contohkan Puasa. puasa tanpa didahului dengan tujuan (niat), hanya akan menghasilkan kesia-siaan. Ia hanya menahan nafsu (makan dan minum) tanpa tujuan yang jelas, untuk apa puasa itu di lakukan. Puasa adalah Rukun Islam ke-tiga, artinya puasa harus di dahului dengan syahadat kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian di lanjutkan dengan shalat, barulah melakukan ibadah puasa. Salah satu tugas manusia di muka bumi adalah menjadi “khalifah” untuk menjalankan misi rahmatan lil alamin, dengan tetap berprinsip dan bersujud hanya kepada Allah Yang Maha Esa. Jadi, puasa tidak berdiri sendiri.
Ia merupakan satu kesatuan dari keseluruhan Rukun Iman dan Rukun Islam yang telah di bahas sebelumnya. Tujuan puasa adalah “pengendalian diri” untuk menjaga “fitrah” berfikir (Rukun Iman) agar selalu tetap memilki kejernihan hati serta sekaligus merupakan pelatihan untuk memghentikan segala bentuk penghambaan selain kepada Allah Yang Maha Esa.
Apabila seseorang sudah memahami makna hidup yang sesungguhnya, yaitu menjalankan misi Tuhan, dan telah mendalami tujuan hidup berdasarkan Al Qur’an, maka niscaya ia akan menyadari bahwa salah satu tujuan puasa adalah pembebasan diri dari belenggu, untuk menjaga dan memelihara fitrah dalam rangka memakmurkan bumi di jalan Allah SWT. Seseorang yang telah mampu menghentikan pengahambaan dirinya kepada selain Allah, akan menghasilkan pribadi-pribadi yang hebat.
Sisi lain Puasa di artikan sebagai bentuk pelatihan untuk memelihara fitrah dalam rangka mencapai suatu keberhasilan yang “sesungguhnya”.
“Seorang hamba akan mendekatkan diri kepada-Ku, hingga Aku mencintainya, dan bila Aku mencintainya, menjadilah pendengaran-Ku yang digunakannya untuk mendengar, penglihatan-Ku yang digunakannya untuk bertindak, serta kaki-Ku yang digunakannya untuk berjalan”. (Hadits Qudsi).

B.    Mengendalikan Suasana Hati
Manfaat puasa Salah satunya ialah sebagai; sebuah bentuk pelatihan untuk mengendalikan suasana hati. suasana hati bisa sangat berkuasa atas wawasan, pikiran dan tindakan seseorang. Bila sedang marah, kita paling mudah untuk mengingat hal-hal atau kejadian-kejadian yang memunculkan dendam. Diri koita berusaha untuk mencari obyek-obyek untuk melampiaskan kemarahan kita, mudah tersinggung dan mencari-cari alasan yang logis sebagai ‘pembenaran’ dan rasionalisasi penumpahan kebencian. Puasa adalah suatu pelatihan untuk menolak serta menyingkirkan pikiran jahat seperti ini, agar bisa tetap berfikir jernih dan bertindak secara positif dan produktif. Ketika kemarahan memuncak, suasana hati seringkali bergolak tak terkendali.

Tekanan yang kian menumpuk terus membengkak hingga mencapai titik batas, dan terus bertumpuk, mendekati titik kritis yang tak tertahankan. Akibatnya, persoalan kecil yang biasanya tidak menimbulkan masalah apa-apa, akan berubah menjadi persoalan serius yang sangat mengesalkan hati, dan membuat kita resah atau gusar, bahkan kadang-kadang sebuah kancing baju yang putus ketika akan berangkat kerja saat kita sedang gusar akan membuat kita menjadi ‘gila’. Maka, Semua ketegangan menjadi bertumpuk. Telah di jelaskan bahwa:
 “(Yaitu) orang yang menafkahkan hartanya dalam (waktu) senang ataupun dalam kesukaran, (orang) yang menahan kemarahan, dan memberi maaf kepada orang. Allah cinta kepada orang yang berbuat kebaikan”. (QS. Ali Imran:134).





DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient, Jakarta: Arga, 2001

Jika kamu tertarik dengan blog ini, bantu komen.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

    PSIKOLOGI

    More on this category »

    SUFISME

    More on this category »

    AKTIVITAS

    More on this category »

    SERBA-SERBI

    More on this category »