TASAWUF MEMBERI KESEIMBANGAN HIDUP
Oleh: Roinal Rois Al Kalim
Kecenderungan kehidupan yang berlatar belakang falsafah kapitalisme
bukan saja menjadikan gaya kehidupan manusia ke arah materialistic-hedonistic
tetapi juga menimbulkan rasa terancam dan kekacauan dalam masyarakat. Kehidupan
manusia di penuhi kezaliman, kesedihan dan keruntuhan akhlak, seolah-olah tiada
lagi harapan dan cinta dalam kehidupan seharian. Berdasarkan hal ini,
modernisme dilihat gagal memberikan kehidupan yang lebih bermakna dalam
kehidupan manusia, sehingga keadaan ini telah menimbulkan berbagai persoalan
dalam masyarakat.
Dalam perjalanan sejarah spiritualisme Muslim, terlihat bahwa
transendensi atau tasawuf merupakan jalan ketuhanan spiritual para sufi. Ini
karena jalan itu dirasakan amat releven dengan kehidupan. Dalam suasana transendensi,
seorang sufi mengalami suasana realita yang baru yaitu suatu kehidupan yang
bebas dari hidup yang dipenuhi dengan kezaliman, ketamakan, sifat dan rakus.
Dengan menempuhi dunia spiritual ini, seseorang itu merasakan hidup di alam
kecintaan dan alam kemenangan. Bagi kelompok ini, realita spiritual yang
ditempuh bukanlah sesuatu yang ilusi, tetapi benar-benar suatu realita yang
hanya dapat dinikmati sebagai sesuatu pengalaman keagamaan.
Pada perkembangan selanjutnya, tasawuf yang pada akhirnya melembaga
menjadi tarekat sebagian besar selalu mempraktekkan sikap uzlah yang bertujuan
melakukan pembersihan jiwa dengan cara menjauhi kehidupan dunia. Hal ini secara
tidak langsung dapat menyebabkan umat Islam menjadi apatis terhadap kehidupan
dunia, lupa akan tugas sebagai khalifah di bumi dan menghindar dari tanggung
jawabnya sebagai insan sosial. Maka terjadilah ketimpangan di sini, di mana
akhirnya jalan spiritual yang dipilih membuatnya menjauhi hal-hal yang bersifat
keduniaan dan cenderung lebih mementingkan urusan akhirat, sehingga yang ia
dapatkan adalah kesalehan individual dan bukan kesalehan sosial.
A. Aktualisasi Tasawuf
Tasawuf, diibaratkan Amin Abdullah
sebagaimana dikutip M. Amin Syukur, bagaikan “magnet”. Dia tidak menampakkan
diri ke permukaan, tapi mempunyai daya kekuatan yang luar biasa. Potensi ini
dapat dimanfaatkan untuk apa saja. Dalam kehidupan modern yang serba materi,
tasawuf bisa dikembangkan ke arah yang konstruktif, baik yang menyangkut
kehidupan pribadi maupun sosial. Ketika suatu mayarakat sudah terkena apa yang
disebut alienasi (keterasingan) karena proses pembangunan dan modernisasi, maka
pada saat itulah mereka butuh pedoman hidup yang bersifat spiritual yang
mendalam untuk menjaga integritas kepribadiannya.
Buktinya, tasawuf yang dulu dimusuhi dan
dianggap bid’ah, sekarang justru menjadi kebutuhan tersendiri bagi masyarakat
kota. Meskipunpenelitian ilmiah tentang hal ini belum pernah (masih terbatas) dilakukan, namun
akhir-akhir ini media massa sering melaporkan bahwa literature tasawuf termasuk
di antara buku-buku terlaris (best seller) di pasaran. Bila kita berkunjung ke
toko-toko buku dan mencoba mengamati jenis buku yang paling laris, maka akan
kita buktikan bahwa buku tentang psikologi, spiritualitas, persoalan inner-self
dan masalah hati (qalb) tergolong jenis buku yang menduduki ranking awal dalam
penjualannya.
Di samping fenomena itu, kursus, seminar
dan pelatihan yang masuk kategori paling diminati oleh komunitas urban (kaum
kota terdidik secara modern) adalah kursus-kursus kepribadian, tasawuf,
meditasi dan sejenisnya. Banyak kajian spiritual daerah Jawa Tengah yang di
selenggarakan oleh PTN, PTS maupun lembaga terkait, seperti halnya UIN
Walisongo jurusan Tasawuf & Psikoterapi khususnya kegiatan
kemahasiswaannya. Kemudian UNISSULA di fak. Psikologi. Dan lembaga terkait
semisal LEMBKOTA (Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf) Semarang yang
diasuh oleh Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, M.A., Guru Besar Tasawuf UIN Walisongo.
Belum lagi kegiatan-kegiatan tasawuf
amali (thariqah) juga masih dan tambah marak hingga kini berupa
pengajian-pengajian, mujahadahan, khalwatan, istighotsah dan ritual-ritual
lainnya di pondok-pondok pesantren, terutama pondok-pondok pesantren thariqah.
Demikian pula halnya dalam bidang kehidupan
lain, nuansa sufistik ini misalnya juga merambah ke dunia kepenyairan, terdapat
seniman atau penyair yang akhir-akhir ini secara tidak malu-malu turut memproklamirkan
diri sebagai “penyair sufistik”, sebut saja Cak Nun (sebutan populer Emha Ainun
Nadjib) dan Gus Mus (sebutan akrab K.H. Musthofa Bisri). Selain yang disebutkan
di atas, penulis sangat yakin masih banyak tokoh lain di bidang lain yang telah
bersinggungan dengan dunia tasawuf.
B. Tasawuf dan Modernitas
Tasawuf dan zaman modern adalah dua term
yang tidak bisa dipisahkan dan harus dimiliki oleh manusia karena keduanya
memiliki peran masing-masing dalam diri manusia yakni dalam mengemban
amanat-Nya sebagai wakil Allah SWT di muka bumi. Oleh karena itu, usaha
mengembangkan keduanya menjadi sesuatu yang harus kita optimalkan. Bagaimana
bertasawuf tanpa meninggalkan aktifitas di zaman modern tanpa meninggalkan
konsep-konsep tasawuf.
Penulis yakin bahwa asumsi tentang
peradaban zaman modern adalah bukan sesuatu yang “kotor”, apalagi tanpa “nilai”
karena peradaban zaman modern ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern yang merupakan ciri dari peradaban modern, dapat membimbing
manusia kepada Allah beserta keagungan-Nya. Alam semesta yang sangat luas
adalah ciptaan Allah dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dapat dijadikan
instrumen manusia untuk menyelidikinya, mengungkapkan keajaiban-Nya dan berusaha
memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah ruah untuk kesejahteraan hidupnya.
Seperti halnya Firman-Nya dalam surat
An-Nahl: 10-11
“Dia-lah yang telah menurunkan air hujan
dari langit untuk kamu, sebagaimananya menjadi dan sebagiannya (menyuburkan)
tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya ) kamu menggamblangkan ternakmu.
Dia menumbuhkan bagi kamu air hujan itu tanam-tanaman: zaitun, korma, anggur
dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Ayat itu menjelaskan bahwa alam yang di
sekitar diciptakan tidak untuk di sembah, seperti yang terjadi pada agama-agama
primitif, dan juga tidak untuk dieksploitasi sampai rusak, seperti terlihat
pada pandangan hidup Barat, tetapi untuk kemakmuran hidup manusia supaya mereka
bersyukur kepada Allah.
Berlaku wajar dalam memanfaat teknologi
serta pemanfaatan alam merupakan wujud kecintaan kepada karunia Allah itu. dan
kecintaan itu mendorong untuk lebih bersyukur kepada Allah yang menyediakan
segala keperluan dan lingkungan hidup, sehingga manusia dapat makmur, sehat dan
bahagia.
Cinta dan syukur merupakan ajaran tasawuf
yang relevan dalam memelihara dan menjaga kelestarian hidup bagi kesejahteraan
manusia sendiri. Inilah makna penting tasawuf dalam memelihara dan menjaga
kelestarian lingkungan hidup yang makin terasa mendesak saat ini.
Dengan mengimplementasikan ajaran-ajaran
tasawuf, maka manusia akan sadar bahwa semua yang ada di dunia ini (termasuk
eksistensi ilmu pengetahuan dan teknologi modern) tidak lain adalah milik
Allah. Dengan demikian, maka eksistensi modernisasi harus dimanfaatkan dalam
batasbatas kepentingan Ilahiyah yakni digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan
manusia, bukan justru sebaliknya, membuat kerusakan di dunia.
Oleh karena itu agar kehidupan menjadi
semakin bermakna dan tidak mengurangi eksistensi kemanusiaan manusia modern,
maka perlu adanya penanaman benih kesufian melalui jalan diterimanya tasawuf di
tengah-tengah masyarakat muslim yang sedang menikmati dan mendayagunakan
teknologi modern, sehingga apa yang diharapkan manusia itu sendiri yakni
terwujudnya hidup yang aman, damai, sejahtera baik lahir maupun batin dapat
benar-benar terealisasikan.
Kemudahan yang dimaksud di sini adalah
kemudahan dalam beribadah serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Modernisasi
dapat mengantarkan manusia ke tingkat religiusitas yang agung, yakni pencarian
terus menerus bentuk-bentuk baru, baik lewat usaha kreatif maupun kemampuan
penalaran. Kreatifitas tersebut menganjurkan manusia untuk memikirkan masalah modernisasi
dan terus meningkatkannya.
C. Tarekat sebagai Implementasi Tasawuf
Tarekat adalah salah satu sarana dan cara
berlatih atau penggemblengan diri agar seseorang semakin tinggi derajat
keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah. Sehongga idealnya orang yang sudah
mengikuti tarekat harus semakin baik amal ibadahnya dan semakin bertaqwa kepada
Allah.
Tarekat sendiri bisa berarti jalan atau
metode mendekati Tuhan, juga bisa berarti suatu organisasi yang memiliki
aturan-aturan yang sangat ketat. Sebelum seseorang masuk suatu tarekat,
biasanya di bai’at oleh mursyid. Ba’iat adalah janji setia yang
harus ditaati oleh murid selama dia berada dalam bimbingannya. Inti bai’at adalah
mewajibkan para murid untuk melaksanakan perintah agama dan menjauhi segala
larangannya secara konsisten, karena memang itulah inti dari tasawuf untuk
membimbing seorang kea rah pengalaman agama secara lebih baik.
Dalam ajaran tarekat seperti organisasi
tarekat Qadiriyah menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia. Untuk
mencapai kesucian tertinggi harus dalam ajarannya yaitu: Taubat, Zuhud,
Tawakkal, Syukur, Sabar, Ridha dan Jujur.
Seperti halnya ajaran Zuhud dalam tarekat Ibn
Qayyim al-Jauziyah yang di kutip M. Amin Syukur makna zuhud ini, untuk
usaha-usaha perbaikan hidup. Meninggalkan hal-hal yang haram menuntut seseorang
untuk mencari penghasilan secara tulus lewat kerja keras, meninggalkan suap
(yang Rasulullah saw menimbulkan laknat Allah kepada si penerima dan si
pemberinya), menghindari hal-hal yang merugikan orang lain, dan menciptakan
pekerjaaan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi.
Menghindari hal-hal yang berlebihan,
walaupun halal, menunjukkan sikap hemat, hidup sederhana, menghidari hidup
berlebihan dan kemerwahan. Dengan ajaran zuhud dan mengimplementasikannya akan
melahirkan sikap menahan diri daan memanfaatkan harta untuk hal-hal yang
produktif. Zuhud juga akan mendorong pelakunya untuk mengubah harta dari yang
semula hanya sebagai asset ekonomi menjadi aset sosial (menolong mereka yang
berada dalam kesempitan).
Sikap yang tercermin dalam zuhud mampu
membebaskan orang dari problema kehidupan modern. Beberap penelitian ilmiah,
tampaknya mengiyakan. R. Pieris dalam studies in the Sosiology of
Development (1969) yang di kutip M. Amin Syukur menyebutkan bahwa di India
orang Sikh berhasil merebut posisi ekonomis yang menguntungkan, karena ajaran
Sikh menggabungkan kerja keras dan kesadaran. Di Jawa misalnya, menurut hasil
penelitian Gettz yang di kutip M. Amin Syukur menyebutkan bahwa kelompok santri
relatif lebih kaya dari pada kelompok abangan. Hal ini disebabkan
oleh sokap kelompok santri yang gemi: berpakaian sederhana, menghindari
upacara mewah, dan bekerja keras.
Ajaran selanjutnya adalah tawakkal sebagai
keseimbangan. Tawakkal yaitu menggantungkan diri secara rohani kepada Tuhan,
merasa tenang dengan apa yang telah ada, bersyukur ketika diberi dan sabar
ketika terhalangi. Namun secara fisik tetap berusaha.
Dengan bukti sikap yang tercermin dalam
tawakkal penulis sendiri mengalami sendiri saat penulis di landa ekonomi yang
sulit, dan semasa itu sangat membutuhkan uang untuk membayar kuliah. Dengan
sikap tenang namun secara fisik tetap berusaha keras mencari solusi, saat
terakhir pembayaran penulis mendapatkan jalan atas masalah tersebut. Tuhan akan
memudahkan hamba-Nya bagi yang mau berusaha keras dan mengingat-Nya.
Tasawuf sebagai
sebuah tradisi kecil tak lebih hanyalah menawarkan jalan hidup menuju Tuhan.
Sedangkan tasawuf sebagai sebuah tradisi besar memunculkan sebuah sikap hidup
yang dinamis, kritis dan menumbuhkan sebuah kecenderungan intelektual. Tasawuf
di sini tidak hanya menawarkan jalan hidup menuju Tuhan yang penuh dengan cinta
dan kehangatan, tetapi juga membuat prasangka terhadap dunia kekinian. Dalam
hal ini tasawuf juga memasukkan konteks kemanusiaan sebagai bagian dari proses
menuju Tuhan. Dengan mengacu kepada pokok pikiran tersebut maka tasawuf juga
bisa dikatakan sebagai “paradigma” dalam mengatasi
dampak yang ditimbulkan oleh modernisasi.
Relevansi tasawuf dengan kecenderungan
kehidupan modern, antara lain bahwa perkembangan masyarakat modern sudah tidak
memadai lagi untuk dipenuhi sekadar ibadah-ibadah pokok. Masyarakat modern memerlukan
pengalaman keagamaan yang lebih intens dalam pencarian makna. Kecenderungan ini
hanya dapat dipenuhi oleh esoterisme-tasawuf yang kini direpresentasikan oleh
tasawuf.
Kondisi sebagaimana
tersebut di atas adalah sangat niscaya, karena semua jawaban terhadap zaman
modern ini tidak hanya ditentukan oleh peranan rasio saja tetapi juga mencari
jawaban dengan menengok kembali pada aspek-aspek batiniah, mendasarkan
penghayatan dan pengalaman esoteris. Di sini menunjukkan bahwa begitu
pentingnya tasawuf dalam kehidupan manusia, di mana tugas tasawuf adalah untuk
pendisiplinan watak serta penanaman adab spiritual. Dan ini menunjukkan betapa
signifikannya sufisme dalam kehidupan manusia apalagi zaman sekarang yang sudah
memasuki abad modern.
DAFTAR PUSTAKA
Syukur, M.
Amin, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002.
Syukur, M. Amin, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003.
Tebba, Sudirman, Tasawuf Positif, Bogor: Kencana, 2003.
0 komentar:
Posting Komentar