Kamis, 19 Maret 2015

TASAWUF MEMBERI KESEIMBANGAN HIDUP

TASAWUF MEMBERI KESEIMBANGAN HIDUP
Oleh: Roinal Rois Al Kalim


Kecenderungan kehidupan yang berlatar belakang falsafah kapitalisme bukan saja menjadikan gaya kehidupan manusia ke arah materialistic-hedonistic tetapi juga menimbulkan rasa terancam dan kekacauan dalam masyarakat. Kehidupan manusia di penuhi kezaliman, kesedihan dan keruntuhan akhlak, seolah-olah tiada lagi harapan dan cinta dalam kehidupan seharian. Berdasarkan hal ini, modernisme dilihat gagal memberikan kehidupan yang lebih bermakna dalam kehidupan manusia, sehingga keadaan ini telah menimbulkan berbagai persoalan dalam masyarakat.

Dalam perjalanan sejarah spiritualisme Muslim, terlihat bahwa transendensi atau tasawuf merupakan jalan ketuhanan spiritual para sufi. Ini karena jalan itu dirasakan amat releven dengan kehidupan. Dalam suasana transendensi, seorang sufi mengalami suasana realita yang baru yaitu suatu kehidupan yang bebas dari hidup yang dipenuhi dengan kezaliman, ketamakan, sifat dan rakus. Dengan menempuhi dunia spiritual ini, seseorang itu merasakan hidup di alam kecintaan dan alam kemenangan. Bagi kelompok ini, realita spiritual yang ditempuh bukanlah sesuatu yang ilusi, tetapi benar-benar suatu realita yang hanya dapat dinikmati sebagai sesuatu pengalaman keagamaan.

Pada perkembangan selanjutnya, tasawuf yang pada akhirnya melembaga menjadi tarekat sebagian besar selalu mempraktekkan sikap uzlah yang bertujuan melakukan pembersihan jiwa dengan cara menjauhi kehidupan dunia. Hal ini secara tidak langsung dapat menyebabkan umat Islam menjadi apatis terhadap kehidupan dunia, lupa akan tugas sebagai khalifah di bumi dan menghindar dari tanggung jawabnya sebagai insan sosial. Maka terjadilah ketimpangan di sini, di mana akhirnya jalan spiritual yang dipilih membuatnya menjauhi hal-hal yang bersifat keduniaan dan cenderung lebih mementingkan urusan akhirat, sehingga yang ia dapatkan adalah kesalehan individual dan bukan kesalehan sosial.

A.    Aktualisasi Tasawuf
Tasawuf, diibaratkan Amin Abdullah sebagaimana dikutip M. Amin Syukur, bagaikan “magnet”. Dia tidak menampakkan diri ke permukaan, tapi mempunyai daya kekuatan yang luar biasa. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk apa saja. Dalam kehidupan modern yang serba materi, tasawuf bisa dikembangkan ke arah yang konstruktif, baik yang menyangkut kehidupan pribadi maupun sosial. Ketika suatu mayarakat sudah terkena apa yang disebut alienasi (keterasingan) karena proses pembangunan dan modernisasi, maka pada saat itulah mereka butuh pedoman hidup yang bersifat spiritual yang mendalam untuk menjaga integritas kepribadiannya.
Buktinya, tasawuf yang dulu dimusuhi dan dianggap bid’ah, sekarang justru menjadi kebutuhan tersendiri bagi masyarakat kota. Meskipunpenelitian ilmiah tentang hal ini  belum pernah (masih terbatas) dilakukan, namun akhir-akhir ini media massa sering melaporkan bahwa literature tasawuf termasuk di antara buku-buku terlaris (best seller) di pasaran. Bila kita berkunjung ke toko-toko buku dan mencoba mengamati jenis buku yang paling laris, maka akan kita buktikan bahwa buku tentang psikologi, spiritualitas, persoalan inner-self dan masalah hati (qalb) tergolong jenis buku yang menduduki ranking awal dalam penjualannya.
Di samping fenomena itu, kursus, seminar dan pelatihan yang masuk kategori paling diminati oleh komunitas urban (kaum kota terdidik secara modern) adalah kursus-kursus kepribadian, tasawuf, meditasi dan sejenisnya. Banyak kajian spiritual daerah Jawa Tengah yang di selenggarakan oleh PTN, PTS maupun lembaga terkait, seperti halnya UIN Walisongo jurusan Tasawuf & Psikoterapi khususnya kegiatan kemahasiswaannya. Kemudian UNISSULA di fak. Psikologi. Dan lembaga terkait semisal LEMBKOTA (Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf) Semarang yang diasuh oleh Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, M.A., Guru Besar Tasawuf UIN Walisongo.
Belum lagi kegiatan-kegiatan tasawuf amali (thariqah) juga masih dan tambah marak hingga kini berupa pengajian-pengajian, mujahadahan, khalwatan, istighotsah dan ritual-ritual lainnya di pondok-pondok pesantren, terutama pondok-pondok pesantren thariqah.
Demikian pula halnya dalam bidang kehidupan lain, nuansa sufistik ini misalnya juga merambah ke dunia kepenyairan, terdapat seniman atau penyair yang akhir-akhir ini secara tidak malu-malu turut memproklamirkan diri sebagai “penyair sufistik”, sebut saja Cak Nun (sebutan populer Emha Ainun Nadjib) dan Gus Mus (sebutan akrab K.H. Musthofa Bisri). Selain yang disebutkan di atas, penulis sangat yakin masih banyak tokoh lain di bidang lain yang telah bersinggungan dengan dunia tasawuf.

B.    Tasawuf dan Modernitas
Tasawuf dan zaman modern adalah dua term yang tidak bisa dipisahkan dan harus dimiliki oleh manusia karena keduanya memiliki peran masing-masing dalam diri manusia yakni dalam mengemban amanat-Nya sebagai wakil Allah SWT di muka bumi. Oleh karena itu, usaha mengembangkan keduanya menjadi sesuatu yang harus kita optimalkan. Bagaimana bertasawuf tanpa meninggalkan aktifitas di zaman modern tanpa meninggalkan konsep-konsep tasawuf.
Penulis yakin bahwa asumsi tentang peradaban zaman modern adalah bukan sesuatu yang “kotor”, apalagi tanpa “nilai” karena peradaban zaman modern ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang merupakan ciri dari peradaban modern, dapat membimbing manusia kepada Allah beserta keagungan-Nya. Alam semesta yang sangat luas adalah ciptaan Allah dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dapat dijadikan instrumen manusia untuk menyelidikinya, mengungkapkan keajaiban-Nya dan berusaha memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah ruah untuk kesejahteraan hidupnya.
Seperti halnya Firman-Nya dalam surat An-Nahl: 10-11
“Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagaimananya menjadi dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya ) kamu menggamblangkan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu air hujan itu tanam-tanaman: zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Ayat itu menjelaskan bahwa alam yang di sekitar diciptakan tidak untuk di sembah, seperti yang terjadi pada agama-agama primitif, dan juga tidak untuk dieksploitasi sampai rusak, seperti terlihat pada pandangan hidup Barat, tetapi untuk kemakmuran hidup manusia supaya mereka bersyukur kepada Allah.
Berlaku wajar dalam memanfaat teknologi serta pemanfaatan alam merupakan wujud kecintaan kepada karunia Allah itu. dan kecintaan itu mendorong untuk lebih bersyukur kepada Allah yang menyediakan segala keperluan dan lingkungan hidup, sehingga manusia dapat makmur, sehat dan bahagia.
Cinta dan syukur merupakan ajaran tasawuf yang relevan dalam memelihara dan menjaga kelestarian hidup bagi kesejahteraan manusia sendiri. Inilah makna penting tasawuf dalam memelihara dan menjaga kelestarian lingkungan hidup yang makin terasa mendesak saat ini.
Dengan mengimplementasikan ajaran-ajaran tasawuf, maka manusia akan sadar bahwa semua yang ada di dunia ini (termasuk eksistensi ilmu pengetahuan dan teknologi modern) tidak lain adalah milik Allah. Dengan demikian, maka eksistensi modernisasi harus dimanfaatkan dalam batasbatas kepentingan Ilahiyah yakni digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan manusia, bukan justru sebaliknya, membuat kerusakan di dunia.
Oleh karena itu agar kehidupan menjadi semakin bermakna dan tidak mengurangi eksistensi kemanusiaan manusia modern, maka perlu adanya penanaman benih kesufian melalui jalan diterimanya tasawuf di tengah-tengah masyarakat muslim yang sedang menikmati dan mendayagunakan teknologi modern, sehingga apa yang diharapkan manusia itu sendiri yakni terwujudnya hidup yang aman, damai, sejahtera baik lahir maupun batin dapat benar-benar terealisasikan.
Kemudahan yang dimaksud di sini adalah kemudahan dalam beribadah serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Modernisasi dapat mengantarkan manusia ke tingkat religiusitas yang agung, yakni pencarian terus menerus bentuk-bentuk baru, baik lewat usaha kreatif maupun kemampuan penalaran. Kreatifitas tersebut menganjurkan manusia untuk memikirkan masalah modernisasi dan terus meningkatkannya.
C.    Tarekat sebagai Implementasi Tasawuf
Tarekat adalah salah satu sarana dan cara berlatih atau penggemblengan diri agar seseorang semakin tinggi derajat keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah. Sehongga idealnya orang yang sudah mengikuti tarekat harus semakin baik amal ibadahnya dan semakin bertaqwa kepada Allah.
Tarekat sendiri bisa berarti jalan atau metode mendekati Tuhan, juga bisa berarti suatu organisasi yang memiliki aturan-aturan yang sangat ketat. Sebelum seseorang masuk suatu tarekat, biasanya di bai’at oleh mursyid. Ba’iat adalah janji setia yang harus ditaati oleh murid selama dia berada dalam bimbingannya. Inti bai’at adalah mewajibkan para murid untuk melaksanakan perintah agama dan menjauhi segala larangannya secara konsisten, karena memang itulah inti dari tasawuf untuk membimbing seorang kea rah pengalaman agama secara lebih baik.
Dalam ajaran tarekat seperti organisasi tarekat Qadiriyah menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia. Untuk mencapai kesucian tertinggi harus dalam ajarannya yaitu: Taubat, Zuhud, Tawakkal, Syukur, Sabar, Ridha dan Jujur.
Seperti halnya ajaran Zuhud dalam tarekat Ibn Qayyim al-Jauziyah yang di kutip M. Amin Syukur makna zuhud ini, untuk usaha-usaha perbaikan hidup. Meninggalkan hal-hal yang haram menuntut seseorang untuk mencari penghasilan secara tulus lewat kerja keras, meninggalkan suap (yang Rasulullah saw menimbulkan laknat Allah kepada si penerima dan si pemberinya), menghindari hal-hal yang merugikan orang lain, dan menciptakan pekerjaaan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi.
Menghindari hal-hal yang berlebihan, walaupun halal, menunjukkan sikap hemat, hidup sederhana, menghidari hidup berlebihan dan kemerwahan. Dengan ajaran zuhud dan mengimplementasikannya akan melahirkan sikap menahan diri daan memanfaatkan harta untuk hal-hal yang produktif. Zuhud juga akan mendorong pelakunya untuk mengubah harta dari yang semula hanya sebagai asset ekonomi menjadi aset sosial (menolong mereka yang berada dalam kesempitan).
Sikap yang tercermin dalam zuhud mampu membebaskan orang dari problema kehidupan modern. Beberap penelitian ilmiah, tampaknya mengiyakan. R. Pieris dalam studies in the Sosiology of Development (1969) yang di kutip M. Amin Syukur menyebutkan bahwa di India orang Sikh berhasil merebut posisi ekonomis yang menguntungkan, karena ajaran Sikh menggabungkan kerja keras dan kesadaran. Di Jawa misalnya, menurut hasil penelitian Gettz yang di kutip M. Amin Syukur menyebutkan bahwa kelompok santri relatif lebih kaya dari pada kelompok abangan. Hal ini disebabkan oleh sokap kelompok santri yang gemi: berpakaian sederhana, menghindari upacara mewah, dan bekerja keras.
Ajaran selanjutnya adalah tawakkal sebagai keseimbangan. Tawakkal yaitu menggantungkan diri secara rohani kepada Tuhan, merasa tenang dengan apa yang telah ada, bersyukur ketika diberi dan sabar ketika terhalangi. Namun secara fisik tetap berusaha.
Dengan bukti sikap yang tercermin dalam tawakkal penulis sendiri mengalami sendiri saat penulis di landa ekonomi yang sulit, dan semasa itu sangat membutuhkan uang untuk membayar kuliah. Dengan sikap tenang namun secara fisik tetap berusaha keras mencari solusi, saat terakhir pembayaran penulis mendapatkan jalan atas masalah tersebut. Tuhan akan memudahkan hamba-Nya bagi yang mau berusaha keras dan mengingat-Nya.




Tasawuf sebagai sebuah tradisi kecil tak lebih hanyalah menawarkan jalan hidup menuju Tuhan. Sedangkan tasawuf sebagai sebuah tradisi besar memunculkan sebuah sikap hidup yang dinamis, kritis dan menumbuhkan sebuah kecenderungan intelektual. Tasawuf di sini tidak hanya menawarkan jalan hidup menuju Tuhan yang penuh dengan cinta dan kehangatan, tetapi juga membuat prasangka terhadap dunia kekinian. Dalam hal ini tasawuf juga memasukkan konteks kemanusiaan sebagai bagian dari proses menuju Tuhan. Dengan mengacu kepada pokok pikiran tersebut maka tasawuf juga bisa dikatakan sebagai “paradigma” dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh modernisasi.
Relevansi tasawuf dengan kecenderungan kehidupan modern, antara lain bahwa perkembangan masyarakat modern sudah tidak memadai lagi untuk dipenuhi sekadar ibadah-ibadah pokok. Masyarakat modern memerlukan pengalaman keagamaan yang lebih intens dalam pencarian makna. Kecenderungan ini hanya dapat dipenuhi oleh esoterisme-tasawuf yang kini direpresentasikan oleh tasawuf.
Kondisi sebagaimana tersebut di atas adalah sangat niscaya, karena semua jawaban terhadap zaman modern ini tidak hanya ditentukan oleh peranan rasio saja tetapi juga mencari jawaban dengan menengok kembali pada aspek-aspek batiniah, mendasarkan penghayatan dan pengalaman esoteris. Di sini menunjukkan bahwa begitu pentingnya tasawuf dalam kehidupan manusia, di mana tugas tasawuf adalah untuk pendisiplinan watak serta penanaman adab spiritual. Dan ini menunjukkan betapa signifikannya sufisme dalam kehidupan manusia apalagi zaman sekarang yang sudah memasuki abad modern.


DAFTAR PUSTAKA
Syukur, M. Amin, Menggugat Tasawuf: Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Syukur, M. Amin, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Tebba, Sudirman, Tasawuf Positif, Bogor: Kencana, 2003.





Jika kamu tertarik dengan blog ini, bantu komen.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

    PSIKOLOGI

    More on this category »

    SUFISME

    More on this category »

    AKTIVITAS

    More on this category »

    SERBA-SERBI

    More on this category »