OLEH: RISCY ZHUNI TISA ALYA
Persoalan kesadaran merupakan
persoalan yang paling menarik untuk di kaji dalam berbagai disiplin ilmu,
karena kesadaran adalah hal yang sangat penting dalam memahami esensi manusia.
Kesadaran berasal dari bahasa latin conscio yang berasal dari kata cum yang berarti with
and scio yang berarti “know”. Dalam bahasa Latin conscio bermakna
berbagi pengetahuan dengan orang lain atau diri sendiri. Kata consciud dan
consciusness pertama kali muncul pada awal abad 17 yang kemudian secara
berurutan diikuti oleh munculnya istilah self-conscious and self-consciousness.
Secara
terminologi, zeman memberikan definisi kesadaran dalam 3 kategori:
1.
Kesadaran sebagai kondisi terjaga yaitu
kesadaran yang dimiliki oleh seorang saat bangun dan kemampuanya untuk
memehami, berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Yakni berupa
ekspresi perilaku.
2.
Kesadaran sebagai pengalaman yaitu isidari
pengalaman dari satu kondisi ke keadaan yang lain. Kesadaran kedua ini lebih ke
dalam daripada yang pertama.
3.
Kesadaran sebagai pikiran yaitu kondisi mental
dengan konten proporsional, seperti percaya, harapan, rasa takut, berniat,
berharap dan keinginan.
Menurut Imam
Al-Ghazali, kesadaran manusia bersumber dari hati manusia. Meskipun demikian,
hati ini sesungguhnya tidak benar-benar merupakan sumber yang paling asal,
karena menurutnya hati adalah laksana cermin, al-qalb ka al-mir’ah.
Jadi, hati hanya memantulkan sesuatu yang ada di depannya. Lebih jauh,
Al-Ghazali menggambarkan bahwa jika mempunyai cermin, dan cermin itu bersih dan
berkualitas tinggi, kemudian meletakkan sebuah benda didepannya, maka di dalam
cermin itu akan terdapat gambar dari benda tersebut. Gambar yang ada di cermin
itulah sesungguhnya kesadaran manusia atau ilmu yang dimiliki dari manusia.
Di sisi lain,
Al-Ghazali mengatakan bahwa sumber kesadaran yang hakiki adalah dari Al-Haqq
atau Allah, namun juva tidak menafikan adanya kesadaran-kesadaran lainyang
diserap oleh hati manusia yang bukan berasal dari pancaran Al-Haqq namun dari
sumber-sumber lain. Sumber kesadaran dimaksud kemungkinan berasal dari
Malaikat, mungkin juga dari Iblis atau syaithan. Bahkan ada juga yang berasal
dari hasil ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh seseorang sebelum dia melakukan
atau menangkap sebuah objek.
Lebih jauh
Al-Ghazali menyatakan, ketika hati atau self seseorang itu bersih, kemudian
menghiasi hati dengan amal-amal shaleh dan ketakwaan, maka hati yang demikian
itu merupakan hati yang terbuka dan terhubung langsung dengan alam malakut atau
alam para Malaikat. Sebaliknya, jika hati seseorang yang tidak bersih, bahkan
senantiasa terbuka langsung dengan kesadaran yang berasal dari syaithan. Firman
Allah yang artinya:
“Dan jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan
jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”(Q.S.Al-Syams
7-10)
Dari keterangan
ayat di atas dapat diperoleh gambaranbahwa sesungguhnya diri manusia biasa
berada di antara kesadaran pada tingkatan self beyond ego. Kesadaran self
beyond ego tersebut bisa bersumber dari Malaikat, bisa juga merupakan
inspirasi yang dibisikan oleh iblis.
Imam Al-Ghazali
juga menjelaskan bahwa self atau hati manusia memiliki kemampuan untuk
menjangkau hal-hal yang bersifat fisik maupun hal-hal yang metafisik. Mengenai
pengetahuan yang bersifat fisik semakin insten seseorang mengasah dan melatih
pikirannya, maka semakin bagus kemampuan orang itu dalam mengetahui hal-hal
fisik atau relaistis yang berada di dalam alam empiris. Sedangkan pengetahuan
mengenai alam batin atau metafisik, maka seseorang dapat mencapainya melalui
proses suluk, mujahadah, riyadhah, serta pembersihan dan penyucian
terhadap hati atau self-nya.
Referensi: buku
“INTEGRASION OF SUFISME AND TRANSPERSONAL PSYCHOLOGY” Oleh Bp. Abdul Muhaya,
TASAWUF & PSIKOTERAPI Roinalrois.blogspot.com.
0 komentar:
Posting Komentar