Selasa, 16 Juni 2015

Tiga Tahapan Berfikir Manusia


Tiga Tahapan Berfikir Manusia
Oleh: Roinal Rois Al Kalim





TAHAP I
Manusia membuka jendela dunia inderawinya,dan tertangkaplah beragam fenomena keindahan dan kesempurnaan di seisi alam semesta…termasuk kedalam kesempurnaan itu adalah beragam fenomena keserba tertataan dan keserba teraturan dari tiap wujud yang ada di alam semesta itu,termasuk wujud manusia - makhluk yang melata di daratan - yang beterbangan di udara serta yang berkeriapan di dalam air.
Bila manusia adalah tak lebih dari makhluk yang tak berakal maka ceritera ini mungkin akan berhenti hingga sampai disitu,bila manusia adalah tak lebih dari makhluk yang tak berakal maka semua hal hanya akan berhenti sampai sebatas segala suatu yang tertangkap oleh dunia inderawi nya, dan kebenaran tertinggi pun akan diproklamirkan sebagai : ‘kebenaran empirik’.

TAHAP II
Tetapi masalahnya adalah manusia itu adalah makhluk yang di karuniai akal,sehingga semua persoalan yang singgah dalam fikiran manusia berarti tidak akan berhenti sampai di sebatas segala suatu yang tertangkap oleh dunia panca inderawi nya belaka, tetapi semua yang tertangkap oleh dunia inderawi nya itu akan di olah - di rekonstruksi atau akan di abstraksi kan oleh akal nya untuk menjadi konsep - rumusan yang rasional-yang bisa ditangkap dan difahami oleh cara berfikir akal.
Sebagai contoh : manusia melihat beragam keserba tertataan dan keserba teraturan di alam semesta termasuk wujud bentuk fisik manusia-hewan yang melata di daratan-ikan ikan yang berkeriapan di lautan serta burung burung yang beterbangan di udara, maka akal nya akan mulai berfikir tentang sesuatu (yang bersifat abstrak) dibalik semua keserba tertatan dan keserba teraturan yang tertangkap oleh dunia inderawi itu, sesuatu yang abstrak yang membuat semua ketertataan itu menjadi ada -eksis, lalu lahirlah konsep tentang ‘sang desainer’.
(Jadi akal mulai menjangkau dunia abstrak yang tidak terjangkau oleh dunia indera, walau baru sebatas ‘permukaan’,dimana penelusuran akal ke dunia abstrak itu menghasilkan rumusan ‘kebenaran rasional’…)
Beberapa orang ateis-materialist yang suka mendahulukan curiga dan prasangka sering beranggapan negatif bila orang beriman mengajukan argumentasi tentang ‘sang desainer’ di balik keserba tertataan yang ada di alam semesta,mereka beranggapan argument demikian itu hanya sebagai ‘anggapan’ yang di ada ada kan oleh fikiran orang beriman.padahal itu belum berarti merupakan argumentasi iman tetapi yang pasti adalah hanya baru merupakan argumentasi akal ..
Tidak percaya (?) mari kita uji coba dengan gambaran berikut :
Dari tengah rimba hutan amazon keluarlah manusia manusia primitive yang belum mengenal konsep Tuhan-agama tetapi kemudian mereka menemukan benda benda hasil desain manusia yang tercecer : ransel - teropong - jam tangan - radio - perahu kano dlsb. dan secara insting akal mereka seolah memberitahu bahwa itu semua adalah hasil desain manusia dan karena itu mereka segera menyebar untuk mencari cari pemilik benda itu.
Kecuali para monyet…yang menemukan semua benda hasil desain manusia itu tadi mereka mungkin hanya akan memain mainkannya,artinya karena mereka tak ber akal maka mereka tidak akan berfikir tentang : siapa sang desainer benda benda yang memiliki konstruksi yang tertata - beraturan itu ? …dan karena itu mereka tidak akan mengejar ngejar untuk mencari pemilik nya.

TAHAP III
Setelah manusia menangkap beragam wujud di alam semesta dengan dunia inderawi nya dan membuat beragam rumusan berupa konsep konsep dengan akal nya maka cukupkah perjalanan berfikir manusia mencari kebenaran berhenti hingga sampai disitu ? cukupkah manusia berhenti sebatas penangkapan dan perumusan oleh akal lalu memproklamasikan ‘kebenaran rasional’ sebagai ‘kebenaran tertinggi’?
Bagi orang yang tidak memiliki hati nurani atau tidak menggunakan nurani nya untuk berfikir, bagi mereka mungkin ‘kebenaran empirik’ atau ‘kebenaran rasionalistik’ adalah merupakan bentuk kebenaran ‘tertinggi’,tetapi tentu tidak bagi orang yang memiliki hati nurani dan menggunakan hati nurani nya itu untuk berfikir.mereka akan berfikir secara lebih dalam lagi untuk mencari ‘yang tertinggi’-‘yang terdalam’-‘yang bersifat essensial’ -‘yang hakiki,sebab itu sebagai contoh, mereka akan memikirkan secara lebih mendalam semua yang telah terumuskan oleh akal,misal mereka akan memikirkan : apa - siapa sang desainer itu ? … apa maksud tujuan sang desainer dengan semua yang diciptakannya itu?

RUMUSAN AKHIR :
Itulah fitrah estafet berfikir manusia mulai dari dunia indera hingga ke hati,hingga berakhir pada ‘keyakinan’ yang tersimpan secara permanen dalam hati.sebab hati adalah muara tempat penyimpanan akhir seluruh aktifitas dunia indera dan akal.
Dan semua yang saya uraikan diatas adalah fitrah berfikir manusia yang alami. tentu saja bagi orang yang dunia indera - akal dan hati nurani nya hidup secara keseluruhan.
Jadi bisa dikatakan dunia indera menangkap lapisan ‘permukaan’ - akal menangkap lapisan pertengahan dan hati nurani menangkap lapisan terdalam - essensi - hakikat.
Dengan kata lain secara hierarkis manusia berfikir mulai dari dengan menggunakan pengalaman dunia inderawi nya - kemudian dengan menggunakan (logika) akalnya dan lalu dengan menggunakan hati nya, walau dalam kenyataan semuanya saling berkelindan - saling merajut dalam menghadapi beragam problematika.
Dengan argument diatas mudah mudahan tak ada lagi vonis - stigma negative terhadap orang yang beriman,sebab orang beriman justru orang yang memaksimalkan seluruh potensi peralatan berfikir yang ada dalam dirinya mulai dari dunia indera hingga hati nurani nya,dan mendalami ilmu mulai dari ilmu yang bersifat permukaan seperti ilmu dunia empirik hingga ke bentuk ilmu yang berbicara tentang essensi - hakikat dan hikmat dari segala suatu yang ada dan terjadi.
Orang beriman tidak memenjarakan akal dan nurani nya dalam penjara dunia indera - dalam penjara dunia materialistik sebagaimana kaum materialist yang terpenjara oleh dunia indera dan dunia alam materi sehingga mereka cenderung ‘buta’ terhadap essensi - hakikat dan hikmat terdalam dari segala suatu yang ada dan terjadi.
Dengan penjelasan diatas kita juga bisa meraba susunan hierarkis derajat ilmu dan kebenaran antara kebenaran empirik - kebenaran rasionalistik dan kebenaran hakiki.sebab dalam pandangan Tuhan ilmu dan kebenaran itu tidaklah ‘datar’ melainkan secara derajat tertata dalam susunan yang hierarkis...


Jika kamu tertarik dengan blog ini, bantu komen.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

    PSIKOLOGI

    More on this category »

    SUFISME

    More on this category »

    AKTIVITAS

    More on this category »

    SERBA-SERBI

    More on this category »