Kajian
tasawuf berperan besar dalam menentukan arah dan dinamika kehidupan masyarakat.
Kehadirannya meski sering menimbulkan kontroversi, namun kenyataan menunjukkan
bahwa tasawuf memiliki pengaruh tersendiri dan layak diperhitungkan dalam upaya
menuntaskan
problem-problem
kehidupan modern yang senantiasa berkembang mengikuti gerak dinamikanya, karena
tasawuf adalah jantung dari ajaran Islam, tanpa tasawuf Islam akan kehilangan
ruh ajaran aslinya. Tasawuf akan membimbing seseorang dalam mengarungi
kehidupan ini yang memang tidak bisa terlepas dari realitas yang tampak maupun
yang tidak tampak, Untuk menjadi seseorang yang bijak dan professional di dalam
menjalankan setiap peran dalam mengarungi kehidupan ini, karena selain bisa
memahami realitas lahir ia juga mampu memahami realitas batin, sehinga ia mampu
untuk berinteraksi dangan alam secara harmonis dan serasi, dan itulah yang
diajarkan di dalam agama Islam, keharmonisan dan keserasian dengan alam
semesta. Tasawuf menjadi sangat penting, karena bisa menjadi dasar bagi setiap
upaya amal untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, bagi setiap pencari
kebenaran dan kesempurnaan diri dan kehidupannya. Tasawuf sebagai salah satu
pilar utama dalam Islam, harus dapat menyesuaikan di dunia modern ini karena
kebanyakan manusia didominasi oleh hegemoni paradigma ilmu pengetahuan
positivistic-empirisme dan budaya barat yang materialistik-sekularistik. Adapun
masalah modernitas tersebut mencakup politik, ekonomi, dan budaya. Sesuai
dengan tema bahasan diatas, maka dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai
problema politik. Yang berketepatan mengenai problema politik yang ada di
Indonesia dan islam dan peran serta antisipasi tasawuf untuk kedepannya.
TASAWUF DAN PERANNYA DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN
POLITIK DI INDONESIA DAN ISLAM.
Permasalahan
politik yang dialami Indonesia saat ini yang paling serius adalah krisis
kepercayaan dan spiritual. Masalah ini telah merasuk kedalam jiwa warga negara
Indonesia sendiri dan juga kedalam jiwa warga negara lain termasuk para
investor. Betapa tidak, setiap hal yang dilakukan oleh pemimpin
negara bahkan
pemimpin yang berada dibawahnya dirasa kurang memihak rakyat atau dengan kata
lain lebih memihak suatu golongan tertentu atau untuk dirinya sendiri. Banyak
rakyat tidak puas dengan apa yang telah dilakukan pemerintah, demikian pula
bobroknya para pelaksana lapangan yang berlaku semena-mena dan tidak sesuai
dengan prosedur. Akhirnya demo dan aksi anarkis terjadi dimana- mana. Selain
itu kehidupan pers yang terkadang bahkan sering melupakan etikanya sebagai
media pencerahan menambah parah keadaan yang ada. Korupsi, kasus suap,
penjualan dan pemaksaan hak dan masih banyak lagi hal-hal yang dapat dikaitkan
dengan masalah politik atau lebih tepatnya ketidakwarasan perpolitikan di
Indonesia. Dikatakan tidak waras karena antara pelaku politik dan rakyat sudah
tidak memahami jalur perpolitikan yang sehat. Setiap orang menginginkan
keuntungan untuk dirinya sendiri. Sebagia contoh kesalahan rakyat adalah dalam
memilih pejabat sudah tidak didasari hati nuraninya, tidak lagi memilih yang
benar-benar layak dijadikan pimpinan, bahkan banyak dari mereka yang memilih
atas dasar nilai nominal yang lebih banyak yang telah diberikan kepadanya.
Kemudian kesalahan pelaku politik sudah jelas. Mereka berangkat dan akhirnya
terpilih karena uang, mereka menyuap rakyat dengan uang agar memilihnya.
Selanjutnya bisa dipastikan langkah pertama yang diambil adalah mengembalikan
sejumlah uang yang telah dia keluarkan melalui segala cara, salah satunya
korupsi. Hanya sedikit atau bahkan tidak ada rasa takut yang pada diri mereka,
bahkan dengan hukum dan sumpah yang telah mereka ikrarkan sebelumnya. Inilah
gambaran bobroknya perpolitikan di Indonesia dan sebenarnya masih banyak lagi
kebobrokan yang lainnya disamping kebaikannya. Dari sinilah saatnya tasawuf
menjadi suatu yang wajib dilirik oleh mereka yang berada di kursi panas dan
juga rakyat yang awam terhadap dunia perpolitikan. Apa yang akan dilakukan tasawuf
akan menguntungkan semuanya. Berikut analisisnya:
Pertama,
dari para manusia yang akan mencalonkan dirinya sebagai wakil rakyat maupun
pimpinan rakyat hendaknya telah mampu memenej kehidupannya sendiri. Dengan
begitu apabila telah terpilih, mereka tidak menyusahkan, tidak banyak
permintaan dan dapat bekerja secara optimal. Seorang pemimpin adalah memimpin
rakyat banyak, bukan memimpin suatu golongan tertentu. Oleh karena itu, dalam
kepemimpinannya tidak dianjurkan memihak kepada salah satu atau beberapa
golongan tertentu. Selain itu seorang calon pejabat adalah merupakan tokoh
terpilih atas amalannya yang baik (saffah) dan pengetahuannya yang luas,
sehingga nantinya tidak menyeleweng dari tugasnya dan selalu bekerja secara
baik.
Kedua,
memiliki identitas tasawuf. Berangkat dengan jalan yang bersih dan bertindak
juga dengan kesucian hati (shafa, shaf) sehingga niatnya tidak tercemar.
Sebagaimana ungkapan Mr. Kasman Singodimejo “leiden is lijen” yang berarti
pemimpin itu menderita (saufanah,shuf). Sebagai seorang pemimpin harus berani
hidup menderita dan berkorban untuk kesejahteraan orang banyak. Seorang
pemimpin jangan sampai melirik nikmatnya dunia sebelum rakyatnya merasa
sejahtera. Andaikan harus menikmati dunia, hendaknya tidak berlebihan (zuhud,
wara’). Mereka bekerja semata-mata untuk mendapat ridho Allah SWT dengan cara
memakmurkan rakyat banyak (memberikan manfaat).
Ketiga,
tidak mudah terpengaruh dan tetap teguh pada penddiriannya. Selalu berusaha
menjadi yang terbaik dan menyerahkan segala yang telah diusahakan hanya kepada
Allah.
Keempat,
memiliki jiwa yang senantiasa menginginkan inovasi untuk menjadi lebih baik,
pantang menyerah, kemudian menyerahkan semua yang telah diusahakan hanya kepada
Allah SWT (tawakal) dan menerima apa yang akan terjadi dangan tetap teguh hati
dan terus berusaha (ridha). Dalam khazanah Islam terdapat al-hanafiyyat
as-samhah (sikap toleran yang lapang). Nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk
tidak semata-mata sibuk dengan ritual (seremonial), melainkan juga peduli
dengan lingkungan sosial di sekitar kita.[1] Dengan sikap hidup seperti ini,
dimungkinkan lahirnya kesadaran beragama yang inklusif dan tidak fanatik. Dalam
bahasa yang elok, Al-Quran menuntun umatnya untuk tidak “berlebihan dalam
beragama” (laa taghluw fii diinikum), sebab Islam pada dasarnya merupakan
penjabaran dari seperangkat pola hidup yang terbuka, sederhana dan jauh dari
rumit. Karenanya ia senantiasa menyodorkan dimensi kelapangan serta kemudahan.
Demikian pula halnya dalam berpolitik, perhatian terhadap kehidupan sosial yang
di sekitarnya harus tetap menjadi tolak ukur dalam menjalankan perpolitikan
yang ada. Akhirnya berdasarkan uraian tersebut, setidaknya para elit politik
(serta disokong para intelektual dan pemuka agama) dapat menjalankan fungsinya
sebagai sentrum pembentukan kesadaran publik yang cerdas.[2]
ANTISIPASI TASAWUF UNTUK MASA DEPAN
Melihat
masalah yang muncul akibat modernitas seperti politik yang telah di uraikan
diatas tersebut, maka antisipasi untuk meningkatkan kesalehan itu. Disini
terdapat beberapa tawaran, diantaranya yaitu: pertama para intelektual muslim
bekerja dengan kolektif (ijtihad jama’i) berupaya sekuat tenaga mengembangkan
diri aspiratif terhadap IPTEK, menyandang charisma tradisional dengan paradigma
intelektual sehingga memiliki kemampuan dialogis dan fungsional terhadap
perkembangan IPTEK, masyarakat dan berbagai masalah yang ditimbulkan itu.[3]
Antisipasi berikutnya dalam menghadapi permasalahan itu, menwarkan untuk
meningkatkan keberagaman melalui tasawuf. Tentunya dengan formulasi yang
kontekstual, dikemas dengan rumusan yang dapat diterima oleh “awam”. Dalam
tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang mampu menumbuhkan masa depan
masyarakat, antara lain hendaknya manusia selalu introspeksi diri (muhasabah),
berwawasan hidup yang moderat, tidak terjerat nafsu rendah sehingga lupa diri
pada Tuhannya. karena tasawuf tidak lepas dari moralitas, yang didalamnya
terdapat keseimbangan antara prilaku bermoral secara vertical yakni
hablumminallah maupun horizontal atau hablummminannas.[4]
Referensi:
M.
Amin Syukur, Tasawuf Sosial, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2004.
http://www.scribd.com/doc/38662850/PERAN-TASAWUF-DALAM-PENYELESAIAN-MASALAH-MODERNITAS-Politik-Ekonomi-dan-Budaya.
Haidar
baqir, Manusia Modern Mendambah Allah:
Renungan Tasawuf Positif, IIMaN&Hikmah, Jakarta, 2002
Oleh: Endah Endraayani
0 komentar:
Posting Komentar